Kristianto Tunjang: PT KDP Jelas Lecehkan dan Langgar UU Perkebunan

    Kristianto Tunjang: PT KDP Jelas Lecehkan dan Langgar UU Perkebunan
    Kristianto D Tunjang (Deden) Ketua Ormas Gerakan Betang Bersatu Kalimantan Tengah (GBBKT)

    PALANGKA RAYA - Kristianto Tunjang Ketua Umum Ormas Gerakan Betang Bersatu Kalimantan Tengah (GBB KT), menilai bahwa  Perusahan Besar Sawasta (PBS) PT Karya Dewi Putra (PT KDP) dalam pembukaan lahan perkebunannya, diwilayah desa Tumbang Marak Kecamatan Katingan Tengah, Kalimantan Tengah (Kalteng), sudah melecehkan adat dan budaya suku Dayak.

    Dalam pernyataan sikapnya beserta Ormas GBB KT yang dibawah komandonya, akan lebih besar mengerahkan massanya dan beserta Ormas Koalisi yang tergabung dalam membela kepentingan Utus Masyarakat Adat Dayak. 

     "Dengan merusak dan mengusur Situs Temenggung Akah dan Tondan, leluluhur bangsa Dayak. Ini suatu bentuk pelecehan yang tidak bisa ditoleransi oleh masyarakat adat Dayak, " dikatakannya dengan tegas, Selasa sore (10/01).

    Kristianto Tunjang mengatakan juga, masyarakat adat beserta tanah adat dilindungi oleh Negara berdasarkan pada tatanan praktis UUD 1945, negara mengintroduser hak yang disebut Hak Menguasai Negara  (HMN), hal ini diangkat dari Hak Ulayat, Hak Pertuanan  yang secara tradisional diakui dalam hukum adat.
     
    Setelah  Amandemen konstitusi, hukum adat diakui secara tegas  sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum  adat beserta hak-hak tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai  dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan undang-undang.

    Dengan demikian konstitusi memberikan jamiman  pengakuan dan penghormatan kepada hukum adat  sepanjang memenuhi syarat: Realitas, yaitu hukum adat itu masih hidup dan sesuai dengan perkembangan  masyarakat; Idealitas, yaitu sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan keberlakuannya diatur  dalam undang-undang. Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa  “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
    dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

    Selain itu juga, Ketua Umum Ormas GBB KT ini menekan kan juga tindakan pihak PT KDP dalam tatanan pengelolaan lingkungan sosial budaya, dengan kearifan lokal berdasarkan UU Perkebunan tentang Hak Ulayat Hukum Adat, sudah melawan bahkan melanggar aturan itu.

    Hal itu berdasarkan surat Damang Kepala Adat Kecamatan Katingan Tengah, nomor 13/DKA/KKT/VII/2013, tanggal 17 Juli 2013. Menyatakan dan membenarkan adanya beberapa titik situs Betang yang sudah digusur oleh pihak Perusahaan Besar Swasta PT KDP. 

    Keputusan itu berdasarkan hasil penelitian pada objek, membenarkan dan menetapkan dilapangan adanya letak - letak situs Betang  sepanjang sungai Sangkuwu dan sungai Tabuei, Kabupaten Katingan.

     "Jelas PT KDP melanggar UU Perkebunan sesuai, tanpa koordinasi terlebih dahulu dalam pembukaan lahannya di wilayah kecamatan Katingan Tengah, " ungkap Kristianto Tunjang alias Deden ini.

    Pada bagian UU Perkebunan No 39 Tahun2014 BAB IV Pasal 12  ayat (1) Dalam hal Tanah yang diperlukan untuk Usaha Perkebunan merupakan Tanah Hak Ulayat Masyarakat  Hukum Adat, Pelaku Usaha Perkebunan harus melakukan musyawarah dengan Masyarakat Hukum Adat  pemegang Hak Ulayat untuk memperoleh persetujuan mengenai penyerahan Tanah dan imbalannya. Dan ayat (2) Musyawarah dengan Masyarakat Hukum Adat pemegang Hak Ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 13  Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang undangan

    Serta Pasal 17  (1) Pejabat yang berwenang dilarang menerbitkan izin Usaha Perkebunan di atas Tanah Hak Ulayat  Masyarakat Hukum Adat.  Ayat (2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal telah dicapai persetujuan antara Masyarakat Hukum Adat dan Pelaku Usaha Perkebunan mengenai penyerahan Tanah  dan imbalannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).

    Pasal 55  Setiap Orang secara tidak sah dilarang:  b. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;

    Pasal 107 huruf a, huruf c dan huruf d UU Perkebunan menyatakan, “Setiap orang secara tidak sah yang a. mengerjakan, menggunakan, menduduki dan/atau menguasai lahan perkebunan ; b. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/ataumenguasai tanah masyarakat atau tanah hak ulayat masyarakat hukum adat dengan maksud untuk perkebunan; sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau  denda paling banyak Rp4.000.000.000, 00 (empat miliar rupiah).

    palangka raya
    Indra Gunawan

    Indra Gunawan

    Artikel Sebelumnya

    Sertijab Dipimpin Kapolda, Mantan Kapolres...

    Artikel Berikutnya

    Berikan Pelatihan Jajaran, Ditlantas Inginkan...

    Berita terkait